Deskripsi Produk
Terakhir di update
11 Januari
Pada 2004, Khrisna memang menganggit sebuah kumpulan puisi. Kala itu, Di Matamu [Tak] Ada Luka dicetak terbatas sebagai mahar bagi kekasihnya, Aurora Masyitoh. Dengan demikian, Pohon Duka Tumbuh di Matamu adalah kumpulan puisi pertamanya yang disajikan ke khalayak penyuka puisi.
Ada 120 sajak yang terhimpun di dalam buku ini dan ditata ke dalam lima bagian, yakni: Tentang Rindu yang Menabahkan dan Menubuhkan Kasihku; Tentang Luka dan Segala yang Suka Kubaca Diam-diam; Tentang Seseorang dan Sesuatu yang Menetap di Kepalaku; Tentang Kopi dan Pahit yang Kerap Kita Sesap Bersamaan; Tentang Tuhan dan Gerutu Doa yang Tak Habis-habis Kulafalkan.
Sajak-sajak dalam buku ini dibangun dari satu pondasi, rindu. Ada rindu pada pepuja hati, Tuhan Yang Mahacinta, sahabat dan kerbat tercinta, atau pada negeri tempat darah ini pertama tumpah. Sesekali mendayu, sesekali mengentak.
Tak seperti perindu lainnya, aku
takkan mencarimu karena kamu
sudah kutemukan di hatiku,
tempat yang sarat hanya olehmu.
[Suatu Malam Ketika Aku Merindumu, 16]
Kelak kamu akan tahu, Rindu, hanya dadaku ini
saputangan paling lembut untuk mengeringkan
air mata dan penyesalanmu yang tak habis-habis.
[Akan Tumbuh Sajak-sajak, 19]
Ingin sekali kurumahkan rindu ini.
Di hatimu. Sebab hatimu satu-satunya
alamat yang paling gigih kutuju.
[Mimpi, 44]
Lidah kita mahir menyembunyikan luka,
mata kita lebih mahir menampakkannya.
[Sajak yang Beribu pada Rindu, 49]
Semenjak luka kunamai doa, aku tahu
kehilangan tak lagi butuh air mata.
[Riwayat Luka, 63]
Orang kaya dari kota membeli tanah-tanah
digantinya padi-jagung dengan supermarket
tak ada lagi tempat buat ciuman pertama.
[Dangau Sepi dan Ciuman Pertama Kita, 73]
Lelapkanlah kecemasan di dadamu.
Sendu juga butuh tidur, ia letih
seharian menemani kamu.
[Makromelia Sendu, 81]
Bila masih penasaran kenapa aku setia
dan kukuh menunggumu, cari tahulah
mengapa banyak yang mencintai Kopi
dan menunggui ampasnya yang pahit.
[Persepaduan Air dan Kopi, 174]
Pernahkah kautanya perasaan Hujan
yang kaubiarkan sendirian di halaman
sedang mata ingatan berpayah-payah
menampung kenangan di gelas kopi?
[Hujan yang Sendirian di Halaman, 179]
Pulanglah! Aku akan memelukmu dengan
kehangatan dan kelembutan yang takkan
kaudapati selain dalam pelukanku.
[Memeluk Tabah, 203]
Jika Tuhanmu bisa mengabulkan harapan
maukah kaukenalkan Dia kepadaku?
[Hujan, Tudan, dan Sajak-sajak Tak Beraturan, 205]
Tuhan, yang kamu cintai,
adalah yang secara rahasia
mengajariku cara mencintaimu.
[Bulan, Embun, dan Kamu]
Pencarian terkait :